Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria, mengungkapkan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dapat membawa dampak besar pada sektor pertanian di Indonesia. Hal ini diungkapkannya dalam acara CNN Indonesia Business Summit yang berlangsung di Jakarta, Jumat (20/12).
Menurut Arif, tim peneliti di IPB telah melakukan analisis mendalam mengenai implikasi ekonomi dari kebijakan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN ini berpotensi menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) riil sebesar 0,03 persen, menyusutkan nilai ekspor hingga 0,5 persen, serta memicu kenaikan inflasi sebesar 1,3 persen.
Kenaikan PPN ini memberikan dampak signifikan pada sektor pertanian. Produksi beberapa komoditas utama seperti rumput laut, tebu, kelapa sawit, teh, jambu mete, dan kopi akan mengalami penurunan.
“Kenaikan 1 persen PPN, ternyata dampaknya memang bisa pada penurunan produksi, seperti misalnya rumput laut, tebu, itu salah satu 10 besar. Kemudian kelapa sawit, teh, jambu mete, kopi, dan lain sebagainya,” ungkapnya. Ia juga menyoroti bahwa kebijakan ini memiliki efek domino terhadap harga-harga barang penting lainnya.
Lonjakan Harga Komoditas
Dampak kenaikan PPN tidak hanya memengaruhi produksi, tetapi juga menyebabkan peningkatan harga pada berbagai komoditas pertanian. Arif menjabarkan bahwa harga unggas diproyeksikan naik 0,3 persen, sementara susu segar yang menjadi komponen penting dalam program makanan bergizi akan mengalami kenaikan harga. Bahkan, harga padi pun diperkirakan naik, meski hanya sebesar 0,08 persen.
Lonjakan harga ini tentu saja akan memengaruhi daya beli masyarakat, terutama di sektor pedesaan yang bergantung pada komoditas.
Penurunan Kesempatan Kerja
Lebih jauh, Arif menggarisbawahi dampak kenaikan tarif PPN terhadap lapangan pekerjaan di sektor agrikultur. Ia menyebutkan bahwa berbagai sektor tenaga kerja, seperti yang bergerak di bidang rumput laut, karet, tebu, dan kelapa sawit, akan terdampak. “Kebijakan ini berpotensi mengurangi jumlah tenaga kerja di sektor-sektor tersebut,” ujarnya.
Meningkatkan Pendapatan Negara, Tapi…
Di sisi lain, Arif mengakui bahwa kenaikan tarif PPN akan meningkatkan pendapatan negara dalam jangka pendek. Namun, ia menekankan pentingnya memperhitungkan efek berganda dari kebijakan ini. “Pemerintah perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap inflasi, ekspor, tenaga kerja, dan harga komoditas. Tidak cukup hanya fokus pada peningkatan penerimaan negara,” tegasnya.
Dasar Hukum Kenaikan PPN
Pemerintah menetapkan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini diambil berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Langkah ini diklaim sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat sistem perpajakan nasional.
Harapan untuk Evaluasi Mendalam
Sebagai penutup, Arif menyampaikan harapannya agar pemerintah melakukan evaluasi yang menyeluruh terhadap kebijakan ini. “Saya berharap pemerintah benar-benar menghitung betul dampak dari PPN ini terhadap inflasi, tenaga kerja, ekspor, serta kenaikan harga komoditas, pungkasnya.